Otak-Atik Algoritma Matematika Hasilkan Desain Batik Skala Internasional
Akhir 2006 lalu, tiga orang asal ITB berkumpul, mereka adalah Nancy,Muhammad Lukman dan Yun Hariadi. Tak disangka dari hasil pertemuan tersebut menghasilkan suatu karya yang dapat tembus hingga pasar Internasional.
"Lukman yang saat itu sedang membuat tesis iseng mendesain bunga di laptopnya. Saya lihat, kok, lucu bunga itu. Malah mirip batik. Ternyata pola matematis dapat membentuk gambar geometris yang erat terlihat pada motif batik. Lalu, Yun meriset 300 motif batik Indonesia. Sebagai alat kerjanya, kami perlu software yang dirancang oleh teman-teman programmer. Jadilah sebuah software bernama JBatik," tuturnya.
Motif batik yang diciptakan melalui software jBatik kemudian dinamai Batik Fractal. Fractal sendiri merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang berfokus pada pengulangan, dimensi, literasi, dan pecahan. Semua motif batik pasti mengandung unsur ini.
Versi awal software ini kemudian dipresentasikan dalam konferensi '10th Generative Art International Conference' di Milan, Italia, pada 2007. Konsep batik fractal mencuri perhatian di konferensi tersebut. Batik fractal dianggap memiliki keunikan, karena memperlihatkan upaya pelestarian budaya yang bersanding dengan teknologi.
"Di 2008, inovasi ini mendapat bantuan dana dari Business Innovation Fund SENADA USAID. Kami kemudian merilis jBatik v.1 dan fokus mendukung seniman batik di Bandung. Sejak itu, Piksel Indonesia mendukung para pengrajin batik di seluruh Indonesia, terutama di Jawa dan Bali," papar Nancy.
Merambah dunia bisnis.
Selanjutnya pada 2009, batik fractal pun terjun ke bisnis batik.
Tantangan membangun bisnis batik fractal ini adalah modal awalnya yang tergolong minim, hanya Rp 1 juta. Tak mudah membuat batik fractal diterima masyarakat Indonesia. Demi mengerti teknik dan proses pembuatan batik tradisional, Nancy dan teman-temannya keliling Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan dengan dana sendiri.
"Sepulang dari Milan, kami bertiga ingin memperkenalkan hasil penelitian ini. Istilahnya harus sowan pada pembatik. Semangat wirausaha juga belum ramai seperti sekarang. Ada yang mendukung, banyak pula yang hanya bicara saja," kata Nancy.
Piksel Indonesia juga menciptakan fashion Batik Fractal, di mana para seniman batik tradisional yang diberi pelatihan, ikut ambil bagian sebagai pemasok kain batik.
Yang menarik, peminatnya justru lebih banyak dari luar negeri. Dikatakan Nancy, permintaan terbesar adalah dari Australia dan Kanada. Alasan ini pula yang membuat Nancy semangat membidik pasar luar negeri.
"Batik Indonesia yang bisa tembus pasar internasional itu gak banyak. Jadi marketnya masih luas banget di luar negeri. Sebagai pengusaha ya kita memang harus jeli lihat peluang. Walaupun effort-nya cukup besar untuk bisa ekspor kita jabanin aja," kata Nancy semangat.
batikfractal.com
Tas dari Batik Fractal, batikfractal.com
Kontroversi
Dalam perjalanan memperkenalkan batik fractal, kontroversi muncul dari sejumlah kalangan. Mulai dari tudingan menumpang ketenaran batik, sampai kekhawatiran software jBatik bisa menurunkan kesakralan budaya batik itu sendiri. Beberapa ada yang menyebut batik fractal tidak bisa dibilang sebagai karya seni batik.
Padahal, proses merancang batik ini rumit dan cukup panjang karena menggabungkan ilmu pengetahuan, seni, dan teknologi. Nancy dan timnya bahkan harus berdiskusi dengan dosen, programmer, ahli batik, hingga pengrajin batik, hingga yakin inovasinya sah sebagai ilmu pengetahuan dan dapat dikategorikan sebagai seni.
"Untuk orang-orang seperti ini kita harus memberikan penjelasan lebih jauh tentang batik fractal itu apa. Teknologinya ada di mana, bagaimana posisi batik fractal dalam bidang kajian batik secara luas. Batik fractal kan muncul dari riset multidimensi panjang. Jadi saya rasa dasar kami cukup kuat," yakin Nancy.
Dengan kegigihan dan kepiawaiannya dalam komunikasi, Nancy perlahan memberikan pengertian mengenai batik fractal. Dikatakannya, saat ini sikap kontra masih ada meski tak separah dulu. Baginya, ini adalah sebuah keberhasilan memberikan penjelasan kepada masyarakat, bahwa teknologi tidak akan merusak budaya.
"Kami membuktikan bahwa jBatik dapat dimanfaatkan bersandingan dengan proses batik tradisional. Dan dengan adanya jBatik tidak akan menghilangkan peran pengrajin batik tradisional," sebutnya.
Giat Perkenalkan ke Masyarakat
Sejak merilis jBatik pada tahun 2008, Nancy bersama dua rekannya, Muhamad Lukman dan Yun Hariadi asal Bandung, giat memperkenalkan dan memberikan pelatihan batik fractal.
Terutama Nancy, sebagai CEO Piksel Indonesia, dia yang paling aktif wara-wiri dari workshop ke workshop, mendekati pembatik tradisional, menggandeng pemerintah baik lokal maupun nasional, serta tampil sebagai pembicara.
"Kebetulan tugas saya adalah sebagai spokesperson selain sebagai CEO. Lukman sebagai Chief of Design menangani semua desain batik kami dan Yun sebagai Chief of Research menangani semua riset-riset kami baik dalam bidang sains dan perkembangannya dalam teknologi," kata Nancy.
Memperluas jangkauan Batik
Kini, para seniman batik tradisional tak hanya punya akses ke teknologi dan menggunakannya untuk mengembangkan batik mereka, tetapi juga membuktikan bahwa mereka berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas dan penjualan.
"Saat ini kami melatih sekitar 1.400 seniman batik untuk menggunakan software jBatik. Kami ingin ada lebih banyak orang menggunakan software kami," harap Nancy.
Ke depan, Nancy dan timnya tetap fokus dalam pengembangan software agar pemakainya makin banyak bahkan hingga ke luar negeri. Rencananya, aplikasi ini juga bakal merambah mobile sehingga bisa dipakai di smartphone.
Selain itu, dia pun punya ide 'Batik Goes to School' sehingga jBatik bisa masuk dalam kurikulum sekolah. Dirinya berharap jBatik selain bisa membangkitkan kreativitas, juga bisa mencetak wirausaha baru di industri batik berbalut teknologi.
Sumber:
female.kompas.com
inet.detik.com
batikfractal.com