By Akhyari Hananto

Suatu ketika saya mengantar seorang petinggi sebuah perusahaan multinasional yang berkantor pusat di Inggris, dan ketika itu saya ajak berjalan-jalan melewati Jl. Magelang menuju Yogyakarta melewati Tempel, Turi, dan Pakem di wilayah utara propinsi Yogyakarta. Wilayah yang berada di ketinggian ini terkenal dengan buah ikoniknya, salak pondoh. Saya sengaja membawanya melewati daerah tersebut, sambil melihat hamparan perkebunan salak pondoh dan juga hijaunya persawahan.

Ketika memasuki wilayah antara Tempel dan Turi, sang direktur ini selalu melihat ke luar kaca mobil, melihat banyaknya para petani salak dan penjual salak eceran di pinggir-pinggir jalan. Tak tahan, akhirnya dia minta agar berhenti di salah satu penjual salak eceran, dan membeli 20 kg salak. Sang direktur dan penjual salak, seorang ibu yang menggendong bayinya, terlibat dalam percakapan intens yang hangat mengenai kehidupan sederhana sang ibu tersebut. Sang ibu terlihat begitu sopan dan selalu tersenyum menjawab hampir 10 pertanyaan kawan saya ini, yang sudah cukup pandai berbahasa Indonesia.

Tak sampai 10 menit, kami melanjutkan perjalanan. Dan saya dikejutkan lenguhan sang direktur ini sambil bergumam;..

“Betapa bahagianya kehidupan ibu itu, meski sehari hanya mendapat untung kurang dari Rp.50 ribu. Kehidupannya sederhana, pagi buta memasak buat keluarganya, suami memetik salak, jam 7 pagi mengantar anak pertama ke sekolah, dan jam 10-2 siang jualan salak. Pulang menikmati hasil jualannya untuk membeli nasi dan lauk pauk dan sebagiannya disimpan” gumamnya.

Cukup lama saya tertegun dengan kata-katanya, dan lambat laun mengamini pernyataannya bahwa kehidupan sederhana orang-orang seperti ibu penjual salak tadi justru membuat saya iri. Saya yang berpenghasilan lebih dari ibu penjual salak tadi, hampir tak pernah menikmati hari-hari yang ‘sederhana’. Hari-hari saya dipenuhi dengan deadline, nge-cek email dan pesan sepanjang waktu, dan saya setiap waktu harus memikirkan banyak hal, terlalu banyak hal, sehingga merasa bahwa 24 jam waktu saya perhari tidak mencukupi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Saya tak bisa membayangkan, betapa lebih kompleksnya hari-hari kawan saya dari Inggris itu yang membawahi berbagai divisi dan ribuan karyawan di seluruh dunia.

Saya sudah berkeliling ke hampir seluruh propinsi di Indonesia, dan karakter sederhana dan bahagia seperti yang saya temui di Yogyakarta tersebut adalah karakter yang sangat umum dimiliki oleh orang-orang Indonesia, meski secara ekonomi tidak terlalu mengesankan (dan kadang bahkan tidak bisa mencukupi beberapa kebutuhan pokoknya), tapi mereka adalah orang-orang yang bahagia, sopan, optimis mengenai masa depannya, dan selalu berharap bahwa anak-anaknya akan memiliki kehidupan yang lebih baik. “Gusti Allah ora nate sare. Moho adil, moho welas asih”  Ayah saya selalu berpesan hal itu, jauh sebelum saya dewasa, yang artinya "Tuhan tak pernah tidur, maha adil, maha pengasih dan penyayang". Inilah mungkin semangat yang terbangun di benak orangtua-orangtua kita.

Dalam sebuah survey yang dilakukan oleh lembaga riset global IPSOS yang berkedudukan di Paris, Prancis pada April 2012, menunjukkan bahwa dari semua negara yang disurvey, Indonesia menempati peringkat pertama negara yang paling bahagia, bahkan 51% menyatakan “sangat bahagia”. Yang mengherankan, justru negara-negara yang lebih maju dan kaya seperti Australia, Korea Selatan, Jerman, Saudi Arabia, peringkatnya dibawah Indonesia.

Dalam sebuah survey lain yang dilakukan oleh lembaga survey dalam negeri , Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS),  menunjukkan bahwa 80,7 persen responden di 33 provinsi di Indonesia percaya bahwa dengan kepemimpinan yang baik, Indonesia akan menjadi negara adidaya. Masyarakat juga optimistis bahwa Indonesia menjadi negara maju, sejahtera dan kuat, dan percaya bangsa ini akan menangkan persaingan global.

Saya meyakini bahwa hasil kedua survey tersebut berhubungan, bahwa makin bahagia seseorang, makin optimis orang tersebut menatap masa depannya. Dan keduanya adalah social capital yang luar biasa, dimana meski dengan segala tantangan dan rintangan, rakyat Indonesia masih tetap menaruh harap tinggi bahwa negeri ini akan menjadi bangsa yang besar dan berpengaruh di masa mendatang.

Bagaimana menurut anda?

Advertisement Advertise your own
Ads Telkom Indonesia
0 Komentar
Tambahkan komentar dengan Akun GNFI / Facebook ...
READ NEXT
BACK TO TOP
Sajian Istimewa dari Tanah Rempah
Sajian Istimewa dari Tanah Rempah
Sejak dahulu tanah Maluku terkenal dengan kekayaan rempah-rempahnya. Masyarakat Maluku bahkan pandai untuk memodifikasi atau meracik berbagai ragam kuliner mulai dari makanan hingga minuman dengan bahan dasar rempah. Ragam kuliner tersebut menghasilkan sajian istimewa nan khas yang mampu menggugah selera setiap orang yang mencicipinya.
''Wanita dan Perspektif Keamanan Pangan''
''Wanita dan Perspektif Keamanan Pangan''
Bojonegoro merupakan salah satu penghasil padi terbesar di Indonesia dengan luas pertanian dan perkebunan sekitar 77.263 Ha (35,58% dari total luas wilayah Kab. Bojonegoro). Walaupun seluas 41.213 Ha merupakan lahan kering, pada tahun 2012, Bojonegoro mampu memproduksi sebanyak 803.059,56 ton padi dan sekitar 318.264 ton hasil pertanian dan palawija lainnya, seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau.
Indonesia Peringkat ke-12 Dunia dengan Jumlah Sarjana Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM) terbanyak
Indonesia Peringkat ke-12 Dunia dengan Jumlah Sarjana Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM) terbanyak
Indonesia menempati urutan ke-12 dalam ranking persentasi sarjana di bidang Science, Technologi, Engineering, Mathematics (STEM) yang disusun oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development, OECD). OECD menyusun rangking 40 negara termaju di dunia berdasarkan persentasi sarjana di bidang STEM terhadap jumlah seluruh lulusan perguruan tinggi
Hebat, 3 Anak Bangsa ini Dapat Penghargaan di Inggris
Hebat, 3 Anak Bangsa ini Dapat Penghargaan di Inggris
Bangga, kabar penghargaan kembali diterima oleh anak-anak bangsa. Kali ini tiga tokoh Indonesia lulusan universitas di Inggris mendapatkan penghargaan sebagai lulusan Inggris terbaik dari pemerintah Inggris melalui British Council dalam Education UK Alumni Award 2016, Kamis malam waktu setempat.  Tiga tokoh tersebut adalah Betty Purwandari, Direktur Teknologi Informasi dari Universitas Indonesia,
Shaggydog, Satu-satunya Wakil Indonesia di Perhelatan Akbar SXSW 2016
Shaggydog, Satu-satunya Wakil Indonesia di Perhelatan Akbar SXSW 2016
Shaggydog, salah satu band ternama dari kota Yogyakarta dipastikan akan tampil di sebuah festival bertajuk The South by Southwest (SXSW) Music Conferences and Festival di bulan Maret 2016.SXSW sendiri merupakan sebuah perhelatan akbar insan musik dan dunia hiburan yang diselenggarakan setiap tahun di Austin, Texas, Amerika Serikat, dimana ada sekitar
Raksasa Internet Dunia Ini Ingin Bina 100.000 Developer Anak Bangsa
Raksasa Internet Dunia Ini Ingin Bina 100.000 Developer Anak Bangsa
Pengembangan aplikasi di era digital seperti saat ini menjadi sesuatu yang hampir menjadi kebutuhan. Bukan hanya untuk keperluan komersial namun juga keperluan-keperluan yang terkait dengan fasilitas umum juga akan membutuhkan aplikasi dan terknoneksi internet. Melihat peluang yang terbuka tersebut dan berusaha menjadi salah satu pihak yang berkontribusi untuk masyarakat, Google Indonesia