Tarsius: Primata Mungil dari Sulawesi

Written by Imama Lavi Insani Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Tarsius tarsier (Binatang Hantu/Kera Hantu/Monyet Hantu) adalah suatu jenis primata kecil, memiliki tubuh berwarna coklat kemerahan dengan warna kulit kelabu, bermata besar dengan telinga menghadap ke depan dan memiliki bentuk yang lebar.

Nama Tarsius diambil karena ciri fisik tubuh mereka yang istimewa, yaitu tulang tarsal yang memanjang, yang membentuk pergelangan kaki mereka sehingga mereka dapat melompat sejauh 3 meter (hampir 10 kaki) dari satu pohon ke pohon lainnya. Tarsius juga memiliki ekor panjang yang tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya. Setiap tangan dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang panjang. Jari-jari ini memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar yang digunakan untuk grooming.

Yang paling istimewa dari Tarsius adalah matanya yang besar. Ukuran matanya lebih besar jika dibandingkan besar otaknya sendiri. Mata ini dapat digunakan untuk melihat dengan tajam dalam kegelapan tetapi sebaliknya, hewan ini hampir tidak bisa melihat pada siang hari. Kepala Tarsius dapat memutar hampir 180 derajat baik ke arah kanan maupun ke arah kiri, seperti burung hantu. Telinga mereka juga dapat digerakkan untuk mendeteksi keberadaan mangsa.

Tarsius adalah makhluk nokturnal yang melakukan aktivitas pada malam hari dan tidur pada siang hari. Oleh sebab itu Tarsius berburu pada malam hari. Mangsa mereka yang paling utama adalah serangga seperti kecoa, jangkrik, dan kadang-kadang reptil kecil, burung, dan kelelawar.

Habitatnya adalah di hutan-hutan Sulawesi Utara hingga Sulawesi Selatan, juga di pulau-pulau sekitar Sulawesi seperti Suwu, Selayar, dan Peleng. Tarsius juga dapat ditemukan di Filipina. Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan, Tarsius lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan “balao cengke” atau “tikus jongkok” jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia.

Tarsius menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pohon. Hewan ini menandai pohon daerah teritori mereka dengan urine. Tarsius berpindah tempat dengan cara melompat dari pohon ke pohon. Hewan ini bahkan tidur dan melahirkan dengan terus bergantung pada batang pohon. Tarsius tidak dapat berjalan di atas tanah, mereka melompat ketika berada di tanah.

Satwa dilindungi

Satwa unik ini pun juga tidak lepas dari ancaman. IUCN telah menempatkan satwa ini pada kategori rentan. Sedangkan Pemerintah telah memasukkan seluruh taksa hewan itu dalam perlindungan dalam PP. No. 7/1999 dan UU No. 5/1990.

Penurunan populasi terutama disebabkan karena degradasi lingkungan, walaupun terkadang diburu atau dikira tikus sehingga dikonsumsi atau “tola-tola” pada saat mengonsumsi miras.

Hilangnya habitat, perburuan untuk diperdagangkan ataupun sebagai peliharaan menjadi ancaman serius. Untuk itu diperlukan berbagai upaya konservasi. Salah satu upaya konservasi melalui dorongan kepada pengambil kebijakan untuk menjadikan tarsius sebagai flagship species karena jenis ini memiliki keunikan dan endemik.

Shekelle dan Leksono pada tahun 2004 menungkapkan tentang upaya-upaya agar tarsius lebih diperhatikan melalui flagship species. Menurut mereka, beberapa kelebihan mengapa satwa ini dijadikan flagship species antara lain : sebaran luas, banyak taksa endemik yang tersebar di hampir seluruh daerah endemisitas, berada di lebih banyak tipe habitat, bukan merupakan hama, tidak memiliki nilai ekonomi (misal daging atau bagian tubuh lain), dan sebagai satwa kharismatik.

Selain mendorong ke arah flagship species, upaya yang lain secara simultan perlu dilakukan agar satwa ini bisa bertahan dan berkembang biak di alam. Pemahaman terhadap pentingnya habitat bagi satwa ini kepada masyarakat luas, termasuk kepada pemerintah dan aparat penegak hukum, alternatif pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana dan berkelanjutan dapat mengurangi tekanan/ancaman terhadap tarsius agar nantinya kita tidak hanya melihat foto dan gambarnya saja, namun masih tetap melihat mereka aman di alam.

wikipedia.org

mongabay.co.id

alamendah.org